Dosen UNM Latih Pengarusutamaan Gender 100 Dosen SulSel

Untitled document

5

UNM – Masalah gender menjadi isu krusial di negara-negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Adat paternalistik yang sudah membudaya membuat potensi-potensi dari kaum hawa menjadi terhambat. Mereka tidak memiliki ruang yang cukup untuk mengembangkan dan mengekspresikan dirinya karena dibatasi  berbagai kesalahan konsepsi tentang peran laki-laki dan perempuan.

100 dosen dari berbagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan pada hari kedua pelatihan Modul II USAID PRIORITAS (3/10) di hotel Grand Star dan Delima Sari Parepare dikenalkan dengan konsep gender dan bagaimana mengarusutamakannya di sekolah-sekolah mitra  dan di lembaganya sendiri.

Mulai dengan mengenal konsep gender, mengidentifikasi bias gender yang terjadi selama pembelajaran baik di sekolah maupun di universitas atau institut keguruan, pada kegiatan-kegiatan di luar kelas seperti kegiatan ekstra kurikuler dan pada fasilitas di universitas atau di sekolah.

4

Menurut Jasri Jangi, salah seorang fasilitator dari UNM, Gender adalah sifat peran, posisi dan status laki-laki dan perempuan yang dibentuk atau dikonstruksi oleh masyarakat.  Gender adalah jenis kelamin sosial, sedang alat-alat biologis yang melekat semenjak lahir bisa menunjukkan jenis kelamin biologis. “Perbedaan kelamin tidak harus mengarah pada perbedaan peran,” ujarnya memfasilitasi pelatihan.  Dia bertanya  apakah perempuan dan laki-laki sama-sama bisa memasak? Namun kenapa perempuan yang selalu diperankan untuk bertanggung jawab memasak?

Setelah para peserta mendapatkan pemahaman tentang gender lewat diskusi dan tayangan video. Peserta diajak mengidentifikasi bias gender yang terjadi dalam pembelajaran, aktivitas-aktivitas di lembaga pendidikan tenaga kependidikan dan dalam penyedian fasilitas. Masing-masing kelompok peserta kemudian mempresentasikan hasil identifikasi dan rencana mengatasi masalah bias gender di lembaga pendidikan masing-masing. 

Menurut Jasri, bias gender seringkali terjadi ketika dalam pembelajaran, mahasiswa laki-laki cenderung dipilih menjadi pemimpin diskusi tanpa mempertimbangkan kualitas leadership yang dimiliki

Para peserta juga diminta mengidentifikasi berbagai kegiatan di Lembaga Perguruan Tinggi  diluar pembelajaran yang terkesan bias gender.  Misalnya walaupun memiliki potensi yang sama, pada kegiatan Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam),  laki-laki diberi kemungkinan peran lebih besar dibanding dengan perempuan.  Akses dosen perempuan kadang untuk menduduki pucuk pimpinan fakultas dan jurusan-jurusan juga terbatas. “Ini harus ditinjau lebih jauh, mengapa perempuan sulit untuk menjadi pimpinan-pimpinan di lembaga tinggi kependidikan,” kata Jasri    

Sebagai langkah tindak lanjut pelatihan ini, peserta diharapkan menjadi sensitive gender dan mengarusutamakan kesadaran gender di lembaga masing masing. 

Pelatihan ini akan dilaksanakan sampai tanggal 4 November. Para peserta juga akan turun langsung mengajar di beberapa SD dan SMP di Parepare dan mengintegrasikan kesadaran gender dalam praktik pengajaran tersebut. 100 dosen yang ikut  dalam pelatihan ini berasal dari tujuh Universitas yaitu STAIN Bone, STAIN Palopo, Universitas Cokroaminoto Palopo, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Muhammadiyah Parepare, UIN Allauddin dan Universitas Negeri Makassar.

Leave a Reply